Pagi yang cerah berkumpul di Pendopo Pura Ibu Jimbaran, Mangku atau Pandita Majapahit versi Keraton Mangkunegaran dalam Penghargaan PLKJ 2010, Kadek Moyo, Ko Hin, Andik,dll Hyang Suryo mengeluarkan beberapa biji Uang kepeng / China untuk dibacakan artinya kepada Ahli Tulisan China Mbah Lie Hong Tjie, dimana Tulisan Uang Kepeng ini dijelaskan, biarpun hanya “Empat Huruf” tapi dapat diketahui Jaman, Raja yang berkuasa, kapan Uang ini dibuat contoh Cien Lung Thung Pao, dimana uang ini dibuat Pada masa pemerintahan Raja Cien Lung dinasti Ching 1736-1795 M , Jadi empat Huruf pada Uang China ini cukup bisa menjelaskan secara detail riwayat Uang Kepeng itu sendiri, Bahkan menurut Kadek Moyo Balian/Dasaran Bali bila meramal juga menggunakan Uang Kepeng, dan secara Kerauhan bisa menceritakan Riwayat seseorang dan tentunya disertai Sesaji,
Di suasana sangat segar dan adem, tanah masih basah karena malamnya habis hujan yang sebelumnya Bumi Majapahit Bali sangat panas merangas dan hujan ini memang pertanda menyambut Odalan Prabu Airlangga di GWK sebagai titisan Batara Visnu (Air, tirta) pada hari ini dalam kalender Bali Majapahit jatuh pada Brahma Purnama kalima.
Kisah sejarah ini diawali Mbah Lie Hong Tjie menulis dengan tangan yang keriput karena usia, tapi sangat berapi-api menceritakan tanpa gemetaran serta menterjemahkan secara gamblang. Kalimat pertama yang dijelaskan tentang uang kepeng itu mempunyai hubungan dengan sejarah Majapahit yang sudah banyak dilupakan oleh bangsa ini. Uang bolong ini bisa mengungkap sejarah tanpa di rekayasa. Hubungan antara Majapahit, Odalan dan uang bolong bisa dideteksi hanya dari satu uang kepeng yang tulisannya sudah disalin di lontar modern. Salah satunya kutipannya mengatakan, silahkan didiskusikan banner disamping kiri untuk para pakar !.
Mbah Lie Hong Tjie juga menceritakan makna sebuah tulisan/aksara China yang banyak mengandung banyak kisah filosofi untuk sejarah kebudayaan bangsa. Pantas saja aksara/tulisan China dilarang pada masa Orba karena mereka akan mengetahui sejarah bangsa sendiri dan akan membanggakan kebudayaan bangsa sendiri hingga tidak mudah dikibuli oleh yang sekarang mengibuli dengan sejarah dari bangsa arab,israel hingga rakyat ini menjadi tidak memahami sejarah bangsa sendiri…nasib apes dan ironis.
Justru moment odalan di Bali sangat memakai adat dan budaya leluhur salah satu yang membuat sempurna adalah uang kepeng/pis bolong yang juga pada jaman Majapahit uang ini dipakai untuk mempersatukan Nusantara dan ini bukti juga apablia ahli arkeologi maupun masyarakat umum menemukan barang peninggalan pasti ditemukan uang bolong ini. Tidak sahlah Upacara tanpa uang bolong. Majapahit di Bali untung masih ada Sanggah, Merajan, Paibon hingga Pura Kawitan biarpun dikalim Hindu seakan-akan berasal dari India karena disodorkan Kitab Weda. Dan mayoritas KTP di Bali ditulis Hindu. Hanya kalau Odalan dan lain sebagainya masih memakai pis bolong dan banten atau sesaji seperti untuk Mecaru sesuai lontar dan Bhisama leluhur masa Majapahit yang lestari di Bali. Majapahit adalah Siwa Buda konsep berbakti kepada leluhur kalau dijawa di simbolkan Lingga-Yoni atau Orang Tua sebelum menuju Tuhan.
ang Kepeng China di Bali masih dipakai Odalan, Bahkan Para Balian Bali bila meramal seseorang membacanya dari Uang Kepeng ini secara kerauhan, Tanggal 1-11-2009 jam 17.00 wita Pratima Prabu Airlangga dipendak dan diiring ke Pura Majapahit GWK, malamnya hujan lebat mengguyur Jimbaran dan Ungasan wilayah GWK, Dan hari ini terulang kembali. (2010).
Sejarah Pis Bolong 2
Pagi yang cerah berkumpul di Pendopo Pura Ibu Jimbaran, Mangku atau Pandita Majapahit versi Keraton Mangkunegaran dalam Penghargaan PLKJ 2010, Kadek Moyo, Ko Hin, Andik,dll Hyang Suryo mengeluarkan beberapa biji Uang kepeng / China untuk dibacakan artinya kepada Ahli Tulisan China Mbah Lie Hong Tjie, dimana Tulisan Uang Kepeng ini dijelaskan, biarpun hanya "Empat Huruf" tapi dapat diketahui Jaman, Raja yang berkuasa, kapan Uang ini dibuat contoh Cien Lung Thung Pao, dimana uang ini dibuat Pada masa pemerintahan Raja Cien Lung dinasti Ching 1736-1795 M , Jadi empat Huruf pada Uang China ini cukup bisa menjelaskan secara detail riwayat Uang Kepeng itu sendiri, Bahkan menurut Kadek Moyo Balian/Dasaran Bali bila meramal juga menggunakan Uang Kepeng, dan secara Kerauhan bisa menceritakan Riwayat seseorang dan tentunya disertai Sesaji,
Pagi yang cerah berkumpul di Pendopo Pura Ibu Jimbaran, Mangku atau Pandita Majapahit versi Keraton Mangkunegaran dalam Penghargaan PLKJ 2010, Kadek Moyo, Ko Hin, Andik,dll Hyang Suryo mengeluarkan beberapa biji Uang kepeng / China untuk dibacakan artinya kepada Ahli Tulisan China Mbah Lie Hong Tjie, dimana Tulisan Uang Kepeng ini dijelaskan, biarpun hanya "Empat Huruf" tapi dapat diketahui Jaman, Raja yang berkuasa, kapan Uang ini dibuat contoh Cien Lung Thung Pao, dimana uang ini dibuat Pada masa pemerintahan Raja Cien Lung dinasti Ching 1736-1795 M , Jadi empat Huruf pada Uang China ini cukup bisa menjelaskan secara detail riwayat Uang Kepeng itu sendiri, Bahkan menurut Kadek Moyo Balian/Dasaran Bali bila meramal juga menggunakan Uang Kepeng, dan secara Kerauhan bisa menceritakan Riwayat seseorang dan tentunya disertai Sesaji,
Di suasana sangat segar dan adem, tanah masih basah karena malamnya habis hujan yang sebelumnya Bumi Majapahit Bali sangat panas merangas dan hujan ini memang pertanda menyambut Odalan Prabu Airlangga di GWK sebagai titisan Batara Visnu (Air, tirta) pada hari ini dalam kalender Bali Majapahit jatuh pada Brahma Purnama kalima.
Kisah sejarah ini diawali Mbah Lie Hong Tjie menulis dengan tangan yang keriput karena usia, tapi sangat berapi-api menceritakan tanpa gemetaran serta menterjemahkan secara gamblang. Kalimat pertama yang dijelaskan tentang uang kepeng itu mempunyai hubungan dengan sejarah Majapahit yang sudah banyak dilupakan oleh bangsa ini. Uang bolong ini bisa mengungkap sejarah tanpa di rekayasa. Hubungan antara Majapahit, Odalan dan uang bolong bisa dideteksi hanya dari satu uang kepeng yang tulisannya sudah disalin di lontar modern. Salah satunya kutipannya mengatakan, silahkan didiskusikan banner disamping kiri untuk para pakar !.
Mbah Lie Hong Tjie juga menceritakan makna sebuah tulisan/aksara China yang banyak mengandung banyak kisah filosofi untuk sejarah kebudayaan bangsa. Pantas saja aksara/tulisan China dilarang pada masa Orba karena mereka akan mengetahui sejarah bangsa sendiri dan akan membanggakan kebudayaan bangsa sendiri hingga tidak mudah dikibuli oleh yang sekarang mengibuli dengan sejarah dari bangsa arab,israel hingga rakyat ini menjadi tidak memahami sejarah bangsa sendiri...nasib apes dan ironis.
Justru moment odalan di Bali sangat memakai adat dan budaya leluhur salah satu yang membuat sempurna adalah uang kepeng/pis bolong yang juga pada jaman Majapahit uang ini dipakai untuk mempersatukan Nusantara dan ini bukti juga apablia ahli arkeologi maupun masyarakat umum menemukan barang peninggalan pasti ditemukan uang bolong ini. Tidak sahlah Upacara tanpa uang bolong. Majapahit di Bali untung masih ada Sanggah, Merajan, Paibon hingga Pura Kawitan biarpun dikalim Hindu seakan-akan berasal dari India karena disodorkan Kitab Weda. Dan mayoritas KTP di Bali ditulis Hindu. Hanya kalau Odalan dan lain sebagainya masih memakai pis bolong dan banten atau sesaji seperti untuk Mecaru sesuai lontar dan Bhisama leluhur masa Majapahit yang lestari di Bali. Majapahit adalah Siwa Buda konsep berbakti kepada leluhur kalau dijawa di simbolkan Lingga-Yoni atau Orang Tua sebelum menuju Tuhan.
Beberapa kesenian Bali yang menggunakan media Pis Bolong
PENGGALAN gending bebarongan tersebut biasa dinyanyikan oleh dua pemundut Barong Landung saat ngelawang berkeliling desa. Umat menurunkan sasuhunan -- berupa Barong Landung tersebut -- dari pura untuk menari di sepanjang jalan desa dengan harapan tarian itu akan menimbulkan energi gaib, semacam tenaga baru, seperti yang dilakukan Dewa Siwa dengan tarian dandawa-nya untuk mengembalikan roh kehidupan yang diambil oleh para bebutan.
PENGGALAN gending bebarongan tersebut biasa dinyanyikan oleh dua pemundut Barong Landung saat ngelawang berkeliling desa. Umat menurunkan sasuhunan -- berupa Barong Landung tersebut -- dari pura untuk menari di sepanjang jalan desa dengan harapan tarian itu akan menimbulkan energi gaib, semacam tenaga baru, seperti yang dilakukan Dewa Siwa dengan tarian dandawa-nya untuk mengembalikan roh kehidupan yang diambil oleh para bebutan.
Barong Landung adalah pralingga, sekaligus perisai bagi desa-desa yang terancam kegeringan. Bahkan di banyak tempat, Barong Landung dipuja sebagai simbol sejarah yang sangat kelam di masa lalu. Kisah yang bersumber ketika Sri Jaya Pangus, raja Bali dari dinasti Warmadewa, kerajaannya berpusat di Panarojan -- tiga kilometer di sebelah utara Kintamani. Sri Jaya Pangus dituduh telah melanggar adat yang sangat ditabukan saat itu, yakni telah dengan berani mengawini putri Cina yang elok bernama Kang Cing Wei. Meski tidak mendapatkan berkat dari pendeta kerajaan, Mpu Siwa Gama, sang raja tetap ngotot tidak mau mundur. Akibatnya, sang pendeta marah, lalu menciptakan hujan terus menerus, hingga seluruh kerajaan tenggelam.
Dengan berat hati sang raja memindahkan kerajaannya ke tempat lain, kini dikenal dengan nama Balingkang (Bali + Kang), dan raja kemudian dijuluki oleh rakyatnya sebagai Dalem Balingkang. Sayang, karena lama mereka tidak mempunyai keturunan, raja pun pergi ke Gunung Batur, memohon kepada dewa di sana agar dianugerahi anak. Namun celakanya, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Dewi Danu yang jelita. Ia pun terpikat, kawin, dan melahirkan seorang anak lelaki yang sangat kesohor hingga kini, Maya Danawa.
Sementara itu, Kang Cing Wei yang lama menunggu suaminya pulang, mulai gelisah, Ia bertekad menyusul ke Gunung Batur. Namun di sana, di tengah hutan belantara yang menawan, iapun terkejut manakala menemukan suaminya telah menjadi milik Dewi Danu. Ketiganya lalu terlibat pertengkaran sengit.
Dewi Danu dengan marah berapi-api menuduh sang raja telah membohongi dirinya dengan mengaku sebelumnya sebagai perjaka. Dengan kekuatan gaibnya, Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei dilenyapkan dari muka bumi ini. Oleh rakyat yang mencintainya, kedua suami istri -- Dalem Balingkang dan Kang Cing Wei -- itu lalu dibuatkan patung yang dikenal dengan nama Stasura dan Bhati Mandul. Patung inilah kemudian berkembang menjadi Barong Landung.
Perkawinan Budaya
Tapi Barong Landung ternyata lebih dari sekadar kisah sejarah. Ia bukan saja perkawinan lahiriah, tetapi juga budaya. Pernik-pernik budaya Cina seperti pis bolong, patra cina, barong sae, telah lama dikawinkan dengan budaya Bali, bahkan dalam bidang filsafat telah pula melahirkan paham Siwa Budha yang terus memperkaya tradisi agama Hindu sampai sekarang di Bali.
Juga, Barong Landung bukanlah sekadar penghias pura, ia adalah duwe dengan segala perwujudannya yang sangat keramat. Ia dibuat pada dewasa ayu kilang-kilung, dari kayu bertuah seperti pule, jaran, waruh teluh, kepah, kapas, dan "dihidupkan" dengan ritual prayascita serta di-plaspas untuk menghapuskan papa klesa secara sekala niskala. Di sini, ia pun diberi pedagingan berupa perak, emas, dan tembaga, juga pudi mirah (sejenis permata) yang dipasangkan di ubun-ubun lengkap dengan rerajahan-nya -- ang, ung, dan mang.
Setelah seluruh bagian tubuhnya disatukan dalam upakara masupati yang dipermaklumkan oleh sulinggih, pemangku, maupun sangging ke hadapan Dewa Surya, Siwa, dan Sapu Jagat, Barong Landung lalu dibawa ke tengah kuburan. Di situ, di tengah kegelapan malam kajeng kliwon, pemundut harus duduk di atas tiga tengkorak manusia sambil meneguhkan hatinya untuk menerima ritual yang paling mengguncangkan, yaitu masuci dan ngerehin.
Biasanya, jika Barong Landung ini sudah kalinggihin, akan ada pertanda jatuhnya kilatan cahaya gaib ke tubuh pemundut hingga ia kesurupan, dan Barong Landung pun menjadi terguncang-guncang tanpa kendali. Jika hal ini terjadi, maka Barong Landung telah dianggap "hidup" dan pantas diberi gelar Jro Gde untuk barong laki-lakinya dan Jro Luh untuk wanitanya.
Jro Gde memiliki tubuh hitam, rambut lurus lebat, mata sipit, gigi jongos, dan memakai keris. Sedangkan Jro Luh bertubuh ramping, putih seperti layaknya wanita Cina, dan memakai kebaya Cina. Kedua tangan kiri barong ini ditekuk ke pinggang, yang oleh pengamat kebatinan diyakini sebagai sikap pengendalian diri, mengingat kiri sama artinya dengan pengiwa. Lawan pengiwa adalah penengen -- tangan kanan, yang sengaja dibuat lurus sebagaimana jalan kebenaran.
Sejarah Munculnya
Namun, kapan sesungguhnya Barong Landung tersebut muncul? Ini yang masih banyak dipertanyakan. Pada pemerintahan Dalem Waturenggong, abad ke-16, seni dan budaya Bali telah mencapai puncaknya. Kala itu telah diciptakannya relief Boma, yang kemudian menjadi tapel Barong Ket. Di samping itu pula terdapat tulisan Banaspati dan Calonarang, keduanya menunjuk pada pengertian Barong. Mungkinkah Barong Landung juga diciptakan pada masa ini?
Yang pasti, kemampuan manusia Bali dalam membuat simbol-simbol sudah ada sejak zaman dulu, seperti simbol bade, meru, pratima, rerajahan, warna-warna sakral, banten, sikap tubuh dalam gambar wayang, dan sebagainya. Dalam proses berkarya, biasanya untuk mengagumkan sesuatu, mereka -- terutama para undagi, kreator, atau senimannya -- sering mewujudkan pujaannya itu jauh lebih besar dari dirinya. Ini semata-mata untuk menunjukkan betapa besar kekuasaan Tuhan, dan betapa kecil dirinya. Dalam Barong Landung ini misalnya, undagi sengaja membuat wujud yang sangat menyeramkan dengan harapan dapat mengimbangi kedahsyatan roh-roh jahat yang sering mengganggu kehidupan di desa-desa.
Menurut Pan Putu Budhiartini dalam bukunya "Rangda dan Barong, Unsur Dualistik, Mengungkap Asal-asal Umat Manusia", Barong berasal dari Tatwa Kanda Pat Bhuta, tepatnya ada adalah duwe dari Sang Catur Sanak yang mengambil wujud rwa bineda -- dua sifat yang berbeda dari laki-perempuan, siang-malam, panas-dingin, dan sebagainya. Yang cair misalnya, kalau dipanaskan oleh api akan menguap ke langit (I Bapa), sedangkan api akan mengendap ke bumi (I Meme). Langit sendiri akan menurunkan hujan untuk menyuburkan bumi dan melahirkan kehidupan.
Jadi, dengan begitu, kemungkinan Barong Landung adalah perwujudan I Bapa dan I Meme. I Bapa sebagai langit diwujudkan dengan warna hitam (Jro Gde), simbol dari Dewa Wisnu yang memelihara dunia, sekaligus Dewa Air yang menghanyutkan segala noda dunia, dan menjadi tirta penglukatan bagi umat manusia. Sedangkan I Meme atau Ibu Bumi (Jro Luh) berwarna putih sebagai Iswara yang sering juga disebut Siwa, maha pelebur segala noda sekaligus sebagai tempat penciptaan. Jadi, Jro Luh adalah Ibu Bumi yang mengandung, memelihara, dan akan mengembalikan lagi isi dunia ke dalam perutNya ketika waktunya telah tiba.
Barong Landung, jika disimpulkan, adalah perwujudan dari sang Maha Pencipta itu sendiri, Ida Sang Hyang Widhi Wasa, yang oleh undagi di masa lalu tentu diwujudkan sesuai dengan keadaan zamannya ketika itu, yakni ketika sedang hangat-hangatnya perkawinan antarbudaya Cina dan Bali, termasuk di dalamnya "perkawinan celaka" sang raja dengan putri Cina itu.
Namun, apapun latar belakangnya, Barong Landung adalah mahakarya yang pernah diciptakan oleh para leluhur di Bali. Ia adalah lambang penciptaan (lingga dan yoni) yang oleh ilmuwan Thomas Alfa Edison disebut sebagai unsur positif dan negatif. Diyakini, jika kedua unsur ini bertemu, maka akan menimbulkan energi listrik. Hebatnya, konsep lingga-yoni tercipta jauh sebelum Thomas Alfa Edison lahir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar