Kamis, 17 Maret 2011

Sastra Paletan Tembang


Seni Tembang Bali
Seni Tembang Bali
Di Bali terdapat berbagai jenis tembang yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat Bali membedakan seni tembang ini menjadi empat (4) kelompok:

1. Gegendingan adalah sekumpulan kalimat bebas yang dinyanyikan. Isinya pada umumnya pendek, dan sederhana. Dikatakan bebas karena benar-benar tidak ada ikatannya. Antara tiap kalimat tidak harus mempunyai arti yang membentuk cerita atau pengertian, dan kadang-kadang kalimat yang terbentuk dari kata-kata itu juga tidak mempunyai arti yang jelas. Ada tiga jenis gegendingan:

a. Gending Rare atau Sekar Rare mencakup berbagai jenis lagu-lagu anak-anak yang bernuansa permainan. Jenis tembang ini pada umumnya memakai bahasa Bali sederhana, bersifat dinamis dan riang, sehingga dapat dilagukan dengan mudah dalam suasana bermain dan bergembira.
Biasanya tiap lagu dilengkapi (atau sebagai pelengkap dari) sebuah permainan (dolanan) yang bertema sama. Tetapi ada juga yang berdiri sendiri, sebagai lagu-lagu rakyat (gegendingan) yang bentuknya sangat sederhana. Baik lagu anak-anak maupun lagu rakyat tidak terlalu diikat oleh hukum / uger-uger seperti Guru Lagu atau Padalingsa. Beberapa contoh dari jenis tembang ini antara lain:
No. Judul
1. Meong-meong
2. Juru Pencar
3. Ongkek-ongkek Ongke
4. Indang-indang Sidi
5. Galang Bulan
6. Ucung-ucung Semanggi
7. Pul Sinoge

Pada jenis gending ini, ada yang seluruh baitnya merupakan isi, dan ada pula yang mengandung bait- bait sampiran bahkan ada yang hanya berupa sampiran tanpa isi yang jelas artinya.

b. Gending Jejanggeran ini sama dengan Gending Rare dan biasanya dinyanyikan bersama-sama saling sahut-menyahut antara kelompok satu dengan yang lain. Ada yang menjadi janger (kelompok putri) ada yang menjadi kecak (kelompok putra).
Lama kelamaan Gending Jejangeran ini dinyanyikan juga oleh orang-orang dewasa di dalam tontonan dengan jalan memberi variasi gerak-gerik atau variasi lakon (lelampahan)
Contoh Gending Jejangeran ini antara lain:
No. Judul
1 Putri Ayu
2 Siap Sangkur
3 Mejejangeran

c. Gending Sanghyang dinyanyikan untuk menurunkan (nedunang) Sanghyang-Sanghyang, misalnya pada prosesi budaya peninggalan jaman pra-Hindu dalam tarian sakral Sanghyang, yang meliputi tarian Sanghyang Dedari, Sanghyang Deling, Sanghyang Jaran, Sanghyang Bojog, Sanghyang Celeng, Sanghyang Sampat dan sebagainya. Sistem atau ortenan tembang-tembang ini sama dengan gending-gending rare lainnya, pengertian yang dihasilkan dari isi gending ini sering abstrak, dan tidak menentu karena sulit dicerna. Ini sesuai dengan kaidah gegendingan yang tidak menuntut pengertian yang utuh dan runtut seperti halnya Tembang Macapat.
Contoh dari gending- gending Sanghyang adalah:
No. Judul
1 Puspa Panganjali
2 Kukus Arum
3 Suaran Kumbang

2. Tembang macapat, Sinom, Pangkur (Sekar Alit)
Berbeda dengan Sekar Rare (lagu anak-anak maupun lagu rakyat), kelompok Sekar Alit, yang biasa disebut tembang macapat, gaguritan atau pupuh, terikat oleh hukum Padalingsa yang terdiri dari guru wilang dan guru dingdong. Guru wilang adalah ketentuan yang mengikat jumlah baris pada setiap satu macam pupuh (lagu) serta banyaknya bilangan suku kata pada setiap barisnya. Bila terjadi pelanggaran atas guru wilang ini maka kesalahan ini disebut elung. Selanjutnya guru dingdong adalah uger-uger yang mengatur jatuhnya huruf vokal pada tiap-tiap akhir suku kata. Pelanggaran atas guru dingdong ini disebut ngandang. Tentang istilah macapat yang dipakai untuk menyebut jenis tembang ini adalah sebuah istilah dari bahasa Jawa. Kelompok tembang ini disebut tembang macapat karena pada umumnya dibaca dengan sistem membaca empat-empat suku kata (ketukan).

3. Kekidungan/Sekar Madya
Sekar Madya yang meliputi jenis-jenis lagu pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Kelompok tembang yang tergolong sekar madya pada umumnya mempergunakan bahasa Jawa tengahan, yaitu seperti bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/ cerita Panji atau Malat, dan tidak terikat oleh Guru Lagu maupun Padalingsa.
Tembang- tembang yang tergolong dalam kelompok ini di antaranya yang paling banyak adalah Kidung atau Kakidungan. Kidung diduga datang dari Jawa abad XVI sampai XIX akan tetapi kemudian kebanyakan ditulis di Bali. Hal ini dapat dilihat dari struktur komposisinya terbukti dengan masuknya ide-ide yang terdiri dari Pangawit, Panama dan Pangawak yang merupakan istilah-istilah yang tidak asing lagi dalam tetabuhan Bali.
Di Bali kidung-kidung selalu dilakukan dan dimainkan bersama-sama dengan instrumen. Lagu - lagu kidung ini ditulis dalam lontar tabuh-tabuh Gambang dan oleh karena itulah laras dan namanya banyak sama dengan apa yang ada dalam penggambangan, menggunakan laras pelog Saih Pitu (Pelog 7 nada) yang terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pemaro/ tengahan.
Modulasi yaitu perubahan tangga nada ditengah-tengah lagu sangat banyak dipergunakan.

4. Kakawin/ Wirama (Sekar Agung)
Sekar Agung atau Tembang Gede meliputi lagu-lagu berbahasa Kawi yang diikat oleh hukum guru lagu, pada umumnya dinyanyikan dalam kaitan upacara, baik upacara adat maupun agama. Jenis tembang Bali yang termasuk dalam kelompok Sekar Agung ini adalah Kakawin. Kakawin adalah puisi Bali klasik yang berdasarkan puisi dari bahasa Jawa Kuna. Dilihat dari segi penggunaan bahasanya, Kakawin banyak mengambil dasar dari puisi Sanskerta yang kemudian diterjemahkan dan disesuaikan, sehingga mempunyai kekhasan tersendiri.
Ada dugaan bahwa Kakawin ini diciptakan di Jawa pada abad IX sampai XVI.
Masyarakat Bali mengenal banyak jenis Kekawin seperti:
No. Jenis
1 Aswalalita
2 Wasantatilaka
3 Tanukerti
4 Sardulawikradita
5 Watapatia Wangeasta
6 Wirat
7 Çekarini
8 Girisa
9 Prtiwitala
10 Puspitagra
11 Saronca

Di samping tembang-tembang di atas masih ada beberapa jenis untaian kata bertembang yang sukar untuk dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok yang bertembang. Jenis-jenis kata bertembang yang dimaksud adalah:
Sasonggaan: Kalimat kiasan yang dapat dipakai untuk menggambarkan suatu peristiwa
Bladbadan: Kalimat yang mengandung arti kiasan
Wawangsalan: Kalimat bersajak
Sasawangan: Kalimat perbandingan
Papindaan: Kalimat perbandingan
Tandak: Kalimat yang dilagukan melodinya diharmoniskan dengan nada yang diikutinya
Pangalang: Tembang pendahuluan
Sasendon: Semacam tandak yang dipergunakan untuk menggarisbawahi suatu drama

Untuk dapat menyanyi dengan baik seorang penembang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Suara harus bagus dan tahu pengolahannya
2. Nafas panjang serta tahu mengaturnya
3. Mengerti masalah laras (selendro dan pelog)
4. Mengerti tetabuhan dan menguasai perihal matra
5. Tahu hukum/uger-uger yang ada pada masing-masing kelompok tembang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar